Ini Potensi Pelanggaran Hukumnya Jika Ada Intervensi Dalam Penggunaan Dana BOS Untuk Pembelian Buku

ilustrasi

VOJNEWS.ID – Praktik mengarahkan sekolah untuk membeli buku dari penerbit tertentu menggunakan Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dapat berpotensi melanggar ketentuan hukum yang berlaku, terutama jika dilakukan tanpa proses yang transparan dan akuntabel. Kajian awal dari aspek hukum menunjukkan bahwa tindakan semacam itu tidak hanya melanggar prinsip pengadaan barang dan jasa, tetapi juga bisa menjerumuskan pelaku pada jerat pidana.

Tindakan intervensi dalam pembelanjaan buku oleh pihak tertentu, termasuk pejabat atau pihak yang tengah diselidiki, berpotensi melanggar sejumlah peraturan penting. Di antaranya:

Bacaan Lainnya
  • Permendikbud No. 75 Tahun 2016 menegaskan bahwa komite sekolah maupun pihak luar tidak diperkenankan melakukan pemaksaan dalam proses pengadaan barang dan jasa di sekolah.

  • Peraturan Presiden No. 16 Tahun 2018 mengatur bahwa pengadaan barang/jasa, termasuk buku, harus berlandaskan prinsip efisiensi, transparansi, dan persaingan sehat.

  • Permendikbudristek No. 63 Tahun 2022 tentang Petunjuk Teknis Pengelolaan Dana BOS juga menegaskan bahwa sekolah memiliki kebebasan penuh dalam menentukan pilihan pembelian buku berdasarkan kebutuhan.

Jika terjadi intervensi dalam bentuk penggiringan pembelian ke penerbit tertentu tanpa proses yang transparan, maka tindakan tersebut bukan hanya melanggar aturan administratif, tetapi juga bisa mengarah pada konflik kepentingan dan praktik korupsi.

Kajian Hukum: Unsur Tindak Pidana

1. Tindak Pidana Korupsi (UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001)

Pasal 3 UU Tipikor menyebutkan bahwa setiap orang yang menyalahgunakan wewenang demi keuntungan pribadi atau korporasi, dan mengakibatkan kerugian keuangan negara, dapat dipidana hingga 20 tahun penjara dan denda maksimal Rp1 miliar.

Dalam konteks ini, jika pengarah pembelian buku dilakukan untuk menguntungkan penerbit tertentu tanpa melalui mekanisme yang wajar, maka bisa dikategorikan sebagai penyalahgunaan wewenang.

Pos terkait