Temuan ini jelas bertentangan dengan Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang telah diubah dengan Perpres Nomor 12 Tahun 2021, yang menegaskan bahwa pembayaran hanya boleh dilakukan sesuai prestasi kerja nyata. Kewajiban Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) untuk memverifikasi pelaksanaan pekerjaan pun terabaikan.
Kondisi ini semakin mempertegas alasan mengapa banjir di Kota Jambi tak kunjung teratasi. Alih-alih menghasilkan perencanaan teknis berbasis survei lapangan, Master Plan justru disusun sekadar dengan analisis di atas kertas. Praktik kelebihan pembayaran ini bukan hanya menimbulkan potensi kerugian daerah, tetapi juga mempertanyakan integritas penyedia jasa dan aparatur yang mengawasi pelaksanaan pekerjaan.
Perihal semacam ini terus dibiarkan, Kota Jambi akan selalu terjebak dalam siklus banjir. Sebab, upaya pengendalian banjir yang mestinya dirancang dengan kajian lapangan matang ternyata hanya dijalankan sebatas formalitas administrasi tanpa keseriusan nyata.
Sementara pihak dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kota Jambi hingga berita ini diturunkan belum dapat dikonfirmasi terkait kejanggalan dalam penyusunan master plan pengendalian banjir kota Jambi 2024 itu.