BPK Jambi Temukan Kejanggalan Addendum Proyek JCC, Ini Faktanya

HGB dijaminkan ke Bank, proyek JCC kini mangkrak
HGB dijaminkan ke Bank, proyek JCC kini mangkrak

KOTA JAMBI  – Proyek pembangunan pusat perbelanjaan dan hotel di atas lahan eks Terminal Simpang Kawat kembali mengungkap sebuah fakta. Selain fisik bangunan yanb tak sesuai target, muncul dugaan kejanggalan dalam perubahan addendum perjanjian kerja sama antara Pemerintah Kota Jambi dan PT Bliss Properti Indonesia (BPI), terutama terkait jangka waktu pembangunan dan kontribusi keuangan ke kas daerah.

Dalam dokumen hasil audit BPK Jambi dan laporan keuangan Pemkot Jambi tahun 2024, dijelaskan bahwa addendum pertama terhadap perjanjian awal yang diteken pada 2014 mengubah ketentuan waktu penyelesaian proyek. Awalnya, pembangunan harus rampung 100% dalam waktu 24 bulan sejak kontrak ditandatangani. Namun, dalam Addendum I, jangka waktu diperpanjang menjadi 24 bulan sejak tanggal groundbreaking, yaitu 10 Maret 2016. Artinya, batas waktu dihitung mundur dua tahun dari saat pembangunan benar-benar dimulai, bukan dari saat perjanjian berlaku.

Bacaan Lainnya

Perubahan ini patut dipertanyakan karena secara administratif dan hukum, pelaksanaan kontrak kerja sama publik harus tunduk pada prinsip waktu efektif sejak perjanjian berlaku, bukan dari peristiwa simbolis seperti groundbreaking. Perubahan ini berisiko melonggarkan kewajiban investor dan membuka celah penundaan tanpa sanksi yang jelas.

Lebih lanjut, dokumen juga menyebutkan bahwa hingga akhir 2024, kontribusi tetap dari PT BPI belum dibayarkan kepada Pemerintah Kota Jambi. Dalihnya, masih proses penilaian ulang aset oleh Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP) belum rampung. Akibatnya, tidak ada kepastian mengenai nilai kontribusi yang harus dibayar sesuai luasan bangunan aktual — yang faktanya hanya 30.764,3 m² dari total rencana 43.388 m² atau baru 67,78% progres fisik.

“ Pada tanggal 14 April 2021, Pemerintah Kota Jambi telah mengadakan rapat koordinasi yang dipimpin oleh Sekretaris Daerah. Rapat tersebut dilakukan dalam rangka evaluasi dan pengkajian kembali jangka waktu kerjasama dalam perjanjian. Dari hasil rapat koordinasi tersebut diperlukan addendum terhadap perjanjian kerjasama dan sebagai langkah awal sesuai Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 19 tahun 2016 tentang Pedoman Pengelolaan Barang Milik Daerah, maka dibentuklah Tim Addendum Perjanjian Kerjasama Pemerintah Kota Jambi dengan PT. BPI dengan Surat Keputusan Walikota Jambi Nomor 163 Tahun 2021 tanggal 26 April 2021,” tulis BPK dalam dokumennya.

Selanjutnya, jumlah kontribusi tetap yang sudah dicantumkan dalam neraca keuangan pemerintah daerah senilai Rp41,1 miliar masih bersifat akuntansi, bukan dana riil yang masuk kas daerah.

Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK RI Tahun 2020 turut memperkuat indikasi penyimpangan. Dalam peninjauan fisik lapangan oleh Dinas PUPR berdasarkan perintah Wali Kota Jambi, ditemukan perbedaan luas signifikan antara dokumen IMB dengan luas bangunan yang benar-benar terbangun. Hal ini memperjelas bahwa selain soal waktu, pelaksanaan proyek juga bermasalah dari sisi volume pekerjaan.

Namun anehnya, meski hasil audit dan evaluasi sudah keluar sejak 2020, Pemerintah Kota Jambi baru membentuk Tim Addendum pada 2021 berdasarkan SK Wali Kota Nomor 163 Tahun 2021. Tim ini bertugas menyesuaikan kembali isi perjanjian kerja sama, tetapi sampai kini belum diketahui hasil konkret perubahan tersebut terhadap kepentingan daerah.

Terpisah sebelumnya, pernyataan Walikota Maulana terbantahkan bahwa tim hokum nya telah menyurati PT BPI. Namun berbeda dengan termuan BPK Jambi 2024 bahwa proses perhitungan kontribusi sedang dalam kajian KJPP.

“Kami dari Pemerintah Kota Jambi melalui tim hukum kami sudah mengirimkan surat kepada mereka,” kata Maulana saat diwawancarai pada Selasa (15/7/2025) beberapa pecan lalu ke awak media.

Maulana menjelaskan bahwa dalam surat tersebut diperintahkan agar pihak perusahaan melunasi kewajiban dan bisa mengelola bangunan tersebut.

Pos terkait