VOJNEWS.ID – Suasana berbeda tampak di depan Markas Kepolisian Daerah (Polda) Jambi pada Rabu (17/9). Puluhan jurnalis dari berbagai media di Jambi berkumpul dan menggelar aksi protes dengan cara yang tak biasa. Mereka mengenakan pakaian serba hitam, duduk berjejer, dan menutup mulut dengan lakban hitam sebagai simbol perlawanan atas upaya pembungkaman terhadap kebebasan pers.
Dalam keheningan, para pewarta itu memegang poster dan spanduk yang berisi tuntutan. Tidak ada orasi lantang seperti biasanya. Justru aksi diam itulah yang menjadi pesan kuat bahwa ketika pers dibatasi, maka demokrasi ikut tercekik.
“Kami memilih diam dengan mulut dilakban karena ini adalah simbol matinya demokrasi ketika pers dibungkam,” ujar Hidayat, koordinator aksi, kepada awak media. Ia menegaskan bahwa aksi ini bukan sekadar simbolis, tetapi juga bentuk peringatan serius agar kebebasan pers di Indonesia tidak diperlakukan semena-mena.
Aksi ini dipicu oleh insiden yang terjadi beberapa waktu lalu saat kunjungan Komisi III DPR RI ke Polda Jambi. Dalam sebuah video yang beredar luas, terlihat tiga jurnalis dihalangi aparat kepolisian ketika hendak melakukan wawancara. Peristiwa tersebut memicu kemarahan komunitas jurnalis karena dianggap mencederai kerja jurnalistik yang dilindungi undang-undang.
Melalui aksi tersebut, jurnalis Jambi menyampaikan empat tuntutan utama. Pertama, mereka menuntut agar oknum polisi yang menghalangi liputan diproses hukum sesuai aturan yang berlaku. Kedua, Kapolda Jambi diminta menyampaikan permintaan maaf terbuka kepada korban dan masyarakat luas.
Tuntutan ketiga ditujukan kepada wakil ketua dan rombongan Komisi III DPR RI yang hadir saat kejadian, agar turut meminta maaf atas insiden yang mencoreng citra lembaga legislatif. Terakhir, Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) didesak untuk memeriksa rombongan Komisi III terkait peristiwa penghalangan kerja jurnalistik tersebut.
Bagi para jurnalis, aksi diam dengan mulut dilakban adalah bentuk perlawanan yang bermakna. Mereka ingin menunjukkan bahwa tanpa kebebasan pers, publik akan kehilangan hak untuk mendapatkan informasi yang benar dan transparan.
Hidayat menambahkan, aksi ini akan terus berlanjut jika tuntutan tidak segera ditindaklanjuti. “Kami ingin memastikan kasus ini tidak berakhir begitu saja. Pers harus dilindungi, bukan diintimidasi,” tegasnya.
Aksi damai yang berlangsung sekitar satu jam itu mendapat perhatian publik. Sejumlah warga yang melintas ikut menyaksikan dan mendokumentasikan momen tersebut. Pesan yang disampaikan sederhana, tetapi sangat jelas: kebebasan pers adalah pilar demokrasi yang harus dijaga bersama.