VOJNEWS.ID – Tahun 2025 menjadi fase penting bagi Bank Jambi ketika konsolidasi, ekspansi, dan tekanan ekonomi berjalan beriringan dalam satu babak yang menentukan arah transformasi bank pembangunan daerah tersebut.
Sejak Januari, Bank Jambi menapaki tahun ini dengan agenda besar memperkuat fondasi pertumbuhan melalui modernisasi digital, optimalisasi jaringan layanan, dan penataan ulang portofolio kredit agar lebih selektif. Momentum perubahan itu semakin kuat setelah Bank Jambi resmi bergabung dalam Kelompok Usaha Bank (KUB) bank bjb sejak akhir 2024, sebuah langkah strategis yang membuka peluang penguatan permodalan dan tata kelola dalam jangka panjang.
Perjalanan sepanjang tahun memperlihatkan dinamika yang menarik. Pada triwulan pertama, kampanye penghimpunan dana berbasis payroll ASN dan perluasan tabungan daerah memberi dorongan signifikan terhadap dana murah. Konsistensi strategi ini membuat kinerja penghimpunan dana masyarakat menjadi titik terang Bank Jambi sepanjang 2025.
Puncaknya terlihat pada capaian September 2025 ketika total aset melonjak hingga Rp15,15 triliun atau tumbuh 20,43 persen dibanding periode yang sama tahun sebelumnya. Dalam satu dekade terakhir, jarang Bank Jambi mencatat percepatan aset seagresif ini; sebuah indikasi kuat bahwa bank mulai mampu membangun kepercayaan publik melalui layanan yang lebih modern, cepat, dan efisien.
Lonjakan aset tersebut terutama didorong oleh pertumbuhan Dana Pihak Ketiga yang menanjak hingga Rp10,84 triliun, naik 19,28 persen dalam setahun. Namun, berbeda dengan derasnya arus dana masuk, penyaluran kredit berjalan jauh lebih konservatif. Total kredit dan pembiayaan hanya tumbuh tipis 2,20 persen menjadi Rp9,90 triliun. Pelambatan ini bukan karena menurunnya kapasitas, tetapi lebih mencerminkan kehati-hatian manajemen dalam membaca meningkatnya risiko pembiayaan di beberapa sektor yang terdampak tekanan ekonomi regional.
Strategi konservatif ini menjadikan kualitas aset relatif terjaga, meskipun kredit bermasalah tetap meningkat. NPL gross tercatat naik menjadi 2,22 persen dan NPL net mencapai 0,81 persen, tetap berada dalam batas aman namun memberi sinyal bahwa perbaikan kualitas pembiayaan harus menjadi perhatian serius pada tahun-tahun berikutnya.






