VOJNEWS.ID – Ketika senja turun dari perbukitan Sarolangun, tanah yang kaya batu bara dan minyak, seorang lelaki memandang jauh ke cakrawala. Pandangannya tidak hanya menembus hamparan hijau, tetapi juga menembus waktu menuju masa depan anak-anak negeri yang akan lahir dari rahim perjuangan.
Lelaki itu adalah Samsul Riduan, S.T., Wakil Ketua DPRD Provinsi Jambi, seorang yang tumbuh dari tanah perjuangan, dibentuk oleh pengalaman organisasi dan aktivisme, dan kini menapaki jalan pengabdian di jalur politik dengan semangat yang sama: mengabdi kepada rakyat dan memajukan tanah kelahiran.
Perjalanan hidupnya bukan cerita kemewahan, tetapi kisah tentang ketekunan dan kerja keras. Ia lahir dari lingkungan sederhana di Sarolangun, tumbuh di tengah masyarakat yang terbiasa bergulat dengan alam. Dari sinilah nilai-nilai keuletan, kegigihan, dan tanggung jawab sosial itu berakar.
Ia pernah menjadi aktivis dan pegiat organisasi, mengenal idealisme dari jalanan, dan menanamkan keyakinan bahwa perubahan sejati hanya lahir dari kesadaran kolektif. Bagi Samsul Riduan, aktivisme bukan sekadar slogan atau aksi, melainkan sikap hidup cara untuk terus menyalakan kesadaran dan memperjuangkan kemaslahatan bersama.
Kini, ketika ia berada di posisi strategis sebagai Wakil Ketua DPRD Provinsi Jambi, semangat itu tidak pernah padam. Jabatan baginya bukan tujuan akhir, melainkan kelanjutan dari panggilan pengabdian yang telah ia rintis sejak muda.
Ia memahami bahwa kekuasaan sejati bukanlah kekuasaan atas orang lain, melainkan kekuasaan untuk memperjuangkan kepentingan banyak orang dengan cara yang bermartabat.
Dalam setiap percakapan, ada satu kalimat yang sering ia ulang dengan nada penuh kesungguhan: “Kalau kita tidak menyiapkan sumber daya manusia dari sekarang, maka sampai kapan pun anak-anak negeri Jambi tidak akan pernah menjadi tuan di negerinya sendiri.”
Kalimat ini mencerminkan kegelisahan sekaligus visi besar yang ia bawa. Sebab Jambi dan Sarolangun bukan hanya kaya, tetapi juga memiliki masa depan yang besar asalkan dikelola dengan cerdas dan berkeadilan.
Samsul Riduan sering menegaskan bahwa Jambi adalah tanah yang diberkahi. Kekayaan sumber daya alamnya luar biasa: tambang batu bara yang bisa menopang ekonomi hingga seratus tahun ke depan, potensi minyak dan emas yang belum sepenuhnya digarap, serta sektor semen, perkebunan, dan pertanian yang terus tumbuh. Namun di balik potensi itu, ada pertanyaan mendasar yang mengusik nuraninya: Apakah kekayaan alam itu sudah benar-benar membawa kesejahteraan bagi rakyat Jambi?
Selama ini, Jambi masih terlalu bergantung pada komoditas dan Dana Bagi Hasil. Daerah ini bangga menjadi penghasil, namun belum menjadi pengelola. Potensi alam begitu besar, tetapi daya saing manusianya belum sepenuhnya siap. “Kita kuat di sumber daya alam, tapi belum kuat di sumber daya manusia,” ujarnya lirih namun tajam.
Di sinilah letak tantangan terbesar pembangunan Jambi ke depan: bagaimana menjadikan kekayaan alam sebagai batu loncatan untuk menciptakan kekayaan manusia.
Dari diskusi dengannya, tampak jelas bahwa pandangan Samsul Riduan berakar pada kesadaran struktural: pembangunan tidak cukup hanya mengandalkan investasi dan infrastruktur, tetapi harus dimulai dari pendidikan yang sesuai dengan karakter daerah. Ia menyampaikan satu gagasan besar menggagas pendidikan vokasi berbasis potensi lokal.
“Mengapa hingga hari ini Jambi belum memiliki SMK Pertambangan atau SMK Perminyakan? Mengapa tak ada satu pun universitas di Jambi yang membuka jurusan pertambangan atau energi?” tanyanya dengan penuh keprihatinan.
Pertanyaan itu bukan sekadar kritik, tetapi panggilan kesadaran bagi semua pihak agar mulai berfikir jangka panjang.
Bayangkan jika di Sarolangun berdiri sebuah SMK Pertambangan yang modern, tempat anak-anak muda belajar eksplorasi dan teknologi tambang dari para ahli. Bayangkan pula jika di Jambi berdiri fakultas energi dan perminyakan yang melahirkan sarjana-sarjana cerdas yang siap mengelola potensi daerah. Maka tidak mustahil, 20 tahun ke depan, Jambi tidak lagi sekadar menjadi penonton dalam industri tambang dan energi, tetapi menjadi pengendali, pelaku, dan pemilik nilai tambahnya sendiri.
Samsul Riduan percaya bahwa masa depan Jambi tidak boleh ditentukan oleh investor luar semata, tetapi oleh kecerdasan anak-anak daerahnya sendiri. Ia berkeyakinan, Sumber daya alam bisa habis, tapi sumber daya manusia adalah kekayaan yang abadi. Karena itu, investasi terbesar yang harus dilakukan pemerintah adalah investasi pada pendidikan, riset, dan pelatihan vokasi yang relevan. Ia menekankan pentingnya sinergi antara pemerintah, dunia usaha, dan lembaga pendidikan agar generasi muda Jambi tidak hanya menjadi pekerja, tetapi juga pencipta lapangan kerja.