Menurutnya, sampai tahun inibtercatat 242 desa di Provinsi Jambi mengalami konflik, dengan konsentrasi tertinggi di Kabupaten Tebo (87 desa) dan Merangin (49 desa).
Rinciannya, konflik lahan tersebar di Batang Hari (13 kasus), Bungo (9 kasus), Merangin (49 kasus), Muaro Jambi (25 kasus), Sarolangun (9 kasus), Tanjab Timur (11 kasus), Tanjab Barat (20 kasus), Tebo (87 kasus), dan Kota Sungai Penuh (4 kasus). Kota Jambi sendiri tercatat nihil kasus.
Sebelumnya, pada Rakor Awal Gugus Tugas Reforma Agraria (GTRA) pekan lalu, Al Haris menegaskan dukungannya terhadap program reformasi agraria sebagai solusi mengurangi ketimpangan penguasaan tanah sekaligus meningkatkan pemerataan pembangunan.
Sejak GTRA Provinsi Jambi dibentuk pada 2018, pemerintah telah melakukan berbagai langkah, mulai dari penataan aset dan akses, hingga mediasi konflik agraria. Upaya ini diharapkan bisa meminimalkan potensi konflik dan memastikan pemanfaatan lahan benar-benar untuk kesejahteraan masyarakat.