VOJNEWS.ID – Sultan Thaha Saifudin adalah sosok pejuang sejati dan pahlawan nasional yang menjadi simbol perlawanan rakyat Jambi terhadap penjajahan Belanda. Ia merupakan Sultan Jambi abad 20, lahir pada tahun 1816 di Keraton Tanah Pilih, Kesultanan Jambi, dan wafat pada 26 April 1904 di Betung Bedarah, Tebo Ilir, dalam usia sekitar 88 tahun.
Sultan Thaha naik tahta pada tahun 1855, menggantikan ayahandanya Sultan Abdurrahman Nazaruddin. Sejak awal kepemimpinannya, ia menolak keras intervensi Belanda dalam urusan pemerintahan Kesultanan Jambi. Ketegasan itu memuncak ketika Belanda memaksa perpanjangan perjanjian politik yang mengekang kedaulatan kerajaan. Dengan berani, Sultan Thaha menolak menandatangani perjanjian tersebut.
Sikap tegas itu membuat Belanda melancarkan serangan ke Keraton Jambi pada tahun 1858. Meski istana jatuh, Sultan Thaha tidak menyerah. Ia memilih meninggalkan keraton dan melanjutkan perjuangan dari pedalaman. Dari balik rimba dan aliran Sungai Batanghari, Sultan Thaha memimpin perang gerilya selama puluhan tahun, menolak tunduk pada kekuasaan kolonial.
Bagi rakyat Jambi, Sultan Thaha tetaplah penguasa yang sah. Sementara itu, para sultan lain yang diangkat Belanda hanya dianggap sebagai “Sultan Bayang” — simbol kekuasaan semu di bawah kendali penjajah.
Perjuangan gigih itu akhirnya berakhir pada 26 April 1904, ketika Sultan Thaha gugur dalam pertempuran di Betung Bedarah, Tebo. Kepergian sang pejuang menandai berakhirnya era Kesultanan Jambi yang merdeka, namun semangatnya tetap hidup dalam hati rakyat. Jenazah beliau dimakamkan di Muara Tebo, yang kini menjadi situs sejarah dan tempat ziarah perjuangan.
Sebagai penghargaan atas jasa-jasanya, nama Sultan Thaha Saifudin diabadikan di berbagai lembaga penting di Jambi, seperti Bandar Udara Sultan Thaha di Kota Jambi, UIN Sultan Thaha Saifuddin, serta RSUD Sultan Thaha Saifuddin di Kabupaten Tebo.
Atas dedikasinya memperjuangkan kemerdekaan dan martabat bangsa, pemerintah Indonesia menganugerahkan gelar Pahlawan Nasional kepada Sultan Thaha Saifudin pada 24 Oktober 1977, melalui Keputusan Presiden Nomor 079/TK/Tahun 1977.
Sultan Thaha Saifudin bukan hanya pahlawan bagi masyarakat Jambi, tetapi juga simbol keteguhan, keberanian, dan semangat kebangsaan yang menolak tunduk pada penjajahan. Jejak perjuangannya menjadi pengingat bahwa kemerdekaan sejati hanya lahir dari keberanian mempertahankan kehormatan dan kedaulatan bangsa.






